Menimbang Pre Test dan Post Test
sebagai Instrumen Evaluasi Pelatihan
Pada beberapa pelatihan, baik untuk pelatihan yang bersifat struktural maupun teknis, acap kali ditemui instrumen Pre Test maupun Post Test sebagai alat ukur kesesuaian output pelatihan terhadap peningkatan kompetensi yang diharapkan sebagaimana tujuan pelatihan. Model evaluasi semacam ini sebetulnya bukan hal yang baru bagi lembaga selain berupa tes komprehensif, tes diagnostik serta observasi, wawancara dan kuesioner sebagai teknik evaluasi nontes. Jika ditilik kembali berdasarkan fungsinya, maka tes awal (Pre Test) merupakan alat ukur yang sistematis dan prosedural guna memperoleh data awal terhadap pemahaman dini peserta pelatihan terhadap berbagai topik yang akan dipertajam melalui pelatihan. Dalam proses penyusunan Pre Test ini perlu dipertimbangkan pula, setidaknya 4 aspek penting dari tes awal sebagai alat ukur, yakni valid, praktis, handal dan obyektif. Valid ini secara sederhananya adalah sesuai, dalam artian ketepatan antara alat ukur dengan yang diukur. Tingkat kepraktisan instrumen tes tercermin dari proses penyusunannya yang tidak ruwet, pelaksanaannya yang simpel serta dengan tetap menjaga kerahasiaan isi instrumen sebagai alat ukur. Reliabilitas mengukur tingkat kehandalan sebuah instrumen sebagai alat ukur jika digunakan berulang kali akan dapat memunculkan hasil yang sama. Sementara obyektif merupakan sifat instrumen yang mampu menunjukkan output pelatihan sesuai dengan tujuan pengembangan kompetensi yang direncanakan. Spesifikasi Pre Test sebagai instrumen evaluasi sebagaimana diatas juga berlaku sebagai acuan dalam penyusunan PostTest. Agar dapat diperoleh instrumen tes yang sesuai untuk mengukur tingkat ketercapaian peserta pelatihan pada kompetensi tertentu, maka perlu dikembangkan alat ukur yang valid dan handal dalam proses penyusunannya. Langkah pertama, yang perlu dilakukan adalah dengan menentukan tujuan pembelajaran sebagai acuan dalam menyusun kisi-kisi soal, dengan menguraikan tujuan tersebut secara gamblang dengan menggarisbawahi kata-kata kerja sebagai petunjuk operasional agar dapat diukur dengan jelas. Selanjutnya, disusunlah kisi-kisi soal sesuai dengan tema dan topik materi pelatihan dan memilih jenis soal evaluasi dengan menyesuaikannya terhadap tujuan dan kisi-kisi soal sebelumnya. Perlu juga kiranya untuk disetting bobot tingkat kesulitan dari mulai level termudah hingga yang paling susah. Untuk itulah perlu ditelaah kembali butir-butir soal yang dirasa kurang sesuai baik dari sisi konten, kriteria maupun aspek psikologis peserta pelatihan. Dalam beberapa jenis pelatihan yang telah dilaksanakan di lingkungan PPSDM Kementerian Dalam Negeri Regional Bandung, eksistensi instrumen evaluasi berupa Pre Test dan Post Test dirasa belum menyentuh dan memetakan aspek pengembangan kompetensi peserta pelatihan yang komprehensif secara optimal. Pada umumnya, Pre test dan Post Test yang dilaksanakan sudah mampu menyediakan deskripsi peningkatan kompetensi peserta pelatihan, namun masih pada tataran intelektual semata. Ini terlihat dari progres yang diperoleh peserta pelatihan pada saat penutupan pelatihan yang senantiasa disebutkan bahwa prosentase peningkatan pemahaman peserta terhadap materi pelatihan selalu meningkat sekian persen. Sementara, aspek-aspek diluar pengetahuan intelektual, seperti kemampuan teknis, sosiokultural, aspek sikap dan perilaku belum dapat terukur dengan valid. Apakah Pre Test dan Post Test yang telah dilaksanakan selama ini efektif? Untuk saat ini, iya, namun demikian perlu disusun pula intrumen evaluasi yang mampu mengukur keseluruhan kompetensi pelatihan secara komprehensif dan integral di masa mendatang.
Penulis
Teguh Solih Setiyo Wibowo, S.Pd., MPA.
Widyaiswara Ahli Pertama
PPSDM Kemendagri Regional Bandung
Post Date : 28 May 2020 | Create By : pipk